Hama dan penyakit ikan patin sering kali menjadi faktor penyebab kurangnya jumlah tangkapan pada masa panen dalam berternak ikan patin, hal ini tentu saja akan merugikan apalagi jika modal yang sudah diinvestasikan untuk mendukung budidaya ikan tsb memakai dana yang lumayan besar.
Mengatasi Hama dan Penyakit pada Budidaya Ikan Patin
Budidaya ikan patin merupakan salah satu sektor perikanan yang menjanjikan di Indonesia, terutama karena tingginya permintaan pasar. Namun, seperti halnya bisnis budidaya lainnya, terdapat tantangan yang harus dihadapi oleh para pembudidaya, salah satunya adalah masalah hama dan penyakit yang dapat mengurangi jumlah tangkapan pada masa panen. Hal ini tidak hanya mengurangi keuntungan yang potensial tetapi juga dapat menimbulkan kerugian, terutama jika telah terjadi investasi besar dalam proses budidaya.
Penyakit pada ikan patin umumnya disebabkan oleh infeksi dan non-infeksi. Infeksi biasanya terjadi akibat patogen seperti jamur, bakteri, dan virus, yang dapat menyebar dengan cepat dalam kondisi lingkungan yang tidak mendukung, seperti kualitas air dan pakan yang buruk. Di sisi lain, faktor non-infeksi seringkali berkaitan dengan pemeliharaan yang tidak tepat, termasuk pemberian pakan yang buruk yang dapat menyebabkan penyakit pencernaan, atau kualitas air kolam yang buruk yang membuat ikan kesulitan bernapas.
Beberapa penyakit yang sering terjadi pada ikan patin antara lain keracunan akibat pakan atau air kolam yang tidak tepat, penyakit Aeromonas yang ditandai dengan perubahan warna anus dan sirip serta adanya luka atau borok, dan penyakit White Spot yang disebabkan oleh protozoa. Penting bagi pembudidaya untuk mengenali gejala-gejala ini dan mengambil langkah pencegahan serta pengobatan yang tepat.
Untuk mencegah penyakit pada ikan patin, beberapa langkah yang dapat dilakukan adalah:
1. Mengontrol kualitas air agar selalu optimal, termasuk pH, suhu, dan kebersihan.
2. Penerapan biosekuriti yang baik untuk menghindari masuknya patogen ke dalam kolam.
3. Pemberian pakan dan suplemen berkualitas untuk menjaga kesehatan ikan.
4. Penggunaan benih unggul yang Specific Pathogen Free (SPF).
5. Pemberian probiotik secara rutin untuk meningkatkan imunitas ikan.
6. Pemantauan atau sampling rutin pada ikan patin untuk deteksi dini penyakit.
Dalam kasus penyakit yang sudah terjadi, pengobatan dapat dilakukan dengan cara memberikan larutan Kalium Permanganat (PK) atau obat-obatan tertentu yang dicampurkan ke dalam pakan ikan patin, seperti Chloromycetin. Penting juga untuk memisahkan ikan yang sakit dari yang sehat untuk mencegah penularan penyakit.
Menghadapi hama dan penyakit dalam budidaya ikan patin memang memerlukan perhatian khusus dan penanganan yang cermat. Dengan penerapan manajemen yang baik dan pemahaman yang mendalam tentang penyakit serta cara pencegahannya, pembudidaya dapat meminimalkan risiko dan memaksimalkan potensi keuntungan dari budidaya ikan patin. Kunci dari keberhasilan budidaya ikan patin adalah kesehatan dan kualitas ikan yang dihasilkan, yang pada akhirnya akan memberikan keuntungan yang berkelanjutan bagi pembudidaya dan kontribusi positif bagi perekonomian lokal.
Hama ikan patin yang biasa mengganggu pada saat pembesaran ikan jika menggunakan media kolam dalam jaring terapung, hampang dan keramba bisanya kebanyakan terdiri dari hewan-hewan yang biasa hidup di air juga seperti : ikan buntal (Tetraodon sp.), udang, seluang (Rasbora). Adapun hewan lain yang bisa menjadi hama antara lain: ular air, kura-kura, biawak dan lingsang. Selain itu juga burung bisa menjadi hama pada waktu pembesaran ikan.
Jika memggunakan teknik pembesaran dengan sistim jala terapung sebaiknya memilih lokasi untuk membesarkan ikan yang letaknya jauh dari pantai, hal ini bertujuan untuk mengindari serangan dari hama penggangu. Pada umumnya kawasan di pinggiran waduk dan danau adalah lokasi yang disukai hama untuk bersarang. Untuk mengindari hal tsb sebaiknya secara rutin membersihkan semak dan belukar yang selalu tumbuh di kawasan lokasi pembesaran ikan.
Hama ikan patin yang berupa burung yang biasa mengganggu antara lain :
– Burung bangau (Lepto-tilus javanicus)
– Burung pecuk (Phalacrocorax carbo sinensis)
– Burung blekok (Ramphalcyon capensis capensis)
Adapun cara yang bisa dilakukan untuk mencegah terjadinya gangguan dari burung-burung tsb adalah dengan memberikan tutup pelindung bagian atas pada wadah atau media tempat budidaya dengan mengunakan lembaran-lembaran jaring. Metode seperti ini memberikan 2 keuntungan yaitu selain mencegah burung pengganggu masuk, juga bisa mencegah ikan patin yang sedang dibudidayakan rame-rame lompat keluar.
2) Merawat Ikan Yang Sakit Akibat Hama Dan Penyakit ikan Patin
Penyakit ikan patin secara umum dapat digolongkan menjadi 2 jenis yaitu penyakit yang diakibatkan adanya faktor infeksi dan penyakit yang diakibatkan oleh faktor non-infeksi. Penyakit yang bersifat infeksi biasanya diakibatkan oleh adanya gangguan organism pathogen.
a) Penyakit ikan patin akibat infeksi
Bakteri, virus dan jamur merupakan organisme pathogen di dalam air yang biasanya menimbulkan infeksi penyakit pada ikan patin. Parasit Ichthyoptirus multifilis (white spot) adalah salah satu organisme pathogen yang biasa menyerang pada waktu pembenihan ikan patin sehingga mengurangi produksi benih karena benih banyak yang mati.
Pada pembesaran ikan patin di jaring terapung hama yang mungkin menyerang antara lain lingsang, kura-kura, biawak, ular air, dan burung. Hama serupa juga terdapat pada usaha pembesaran patin sistem hampang (pen) dan karamba. Karamba yang ditanam di dasar perairan relatif aman dari serangan hama.
Pada pembesaran ikan patin di jala apung (sistem sangkar ada hama berupa ikan buntal (Tetraodon sp.) yang merusak jala dan memangsa ikan. Hama lain berupa ikan liar pemangsa adalah udang, dan seluang (Rasbora). Ikan-ikan kecil yang masuk kedalam wadah budidaya akan menjadi pesaing ikan patin dalam hal mencari makan dan memperoleh oksigen.
Untuk menghindari serangan hama pada pembesaran di jala apung (rakit) sebaiknya ditempatkan jauh dari pantai. Biasanya pinggiran waduk atau danau merupakan markas tempat bersarangnya hama, karena itu sebaiknya semak belukar yang tumbuh di pinggir dan disekitar lokasi dibersihkan secara rutin.
Cara untuk menghindari dari serangan burung bangau (Lepto-tilus javanicus), pecuk (Phalacrocorax carbo sinensis), blekok (Ramphalcyon capensis capensis) adalah dengan menutupi bagian atas wadah budi daya dengan lembararan jaring dan memasang kantong jaring tambahan di luar kantong jaring budi daya. Mata jaring dari kantong jaring bagian luar ini dibuat lebih besar. Cara ini berfungsi ganda, selain burung tidak dapat masuk, ikan patin juga tidak akan berlompatan keluar.
Penyakit.
Penyakit ikan patin ada yang disebabkan infeksi dan non-infeksi. Penyakit non-infeksi adalah penyakit yang timbul akibatadanya gangguan faktor yang bukan patogen. Penyakit non-infeksi ini tidak menular. Sedangkan penyakit akibat infeksi biasanya timbul karena gangguan organisme patogen.
Penyakit akibat infeksi Organisme patogen yang menyebabkan infeksi biasanya berupa parasit, jamur, bakteri, dan virus. Produksi benih ikan patin secara masal masih menemui beberapa kendala antara lain karena sering mendapat serangan parasit Ichthyoptirus multifilis (white spot) sehingga banyak benih patin yang mati, terutama benih yang berumur 1-2 bulan. Dalam usaha pembesaran patin belum ada laporan yang mengungkapkan secara lengkap serangan penyakit pada ikan patin, untuk pencegahan, beberapa penyakit akibat infeksi berikut ini sebaiknya diperhatikan.
A. Parasit.
Penyakit white spot (bintik putih) disebabkan oleh parasit dari bangsa protozoa dari jenis Ichthyoptirus multifilis Foquet. Pengendalian: menggunakan metil biru atau methilene blue konsentrasi 1% (satu gram metil biru dalam 100 cc air). Ikan yang sakit dimasukkan ke dalam bak air yang bersih, kemudian kedalamnya masukkan larutan tadi. Ikan dibiarkan dalam larutan selama 24 jam. Lakukan pengobatan berulang-ulang selama tiga kali dengan selang waktu sehari. Kendala yang sering dihadapi adalah serangan parasit Ichthyoptirus multifilis (white spot) mengakibatkan banyak benih mati, terutama benih yang berumur 1-2 bulan. Penyakit ini dapat membunuh ikan dalam waktu singkat. Organisme ini menempel pada tubuh ikan secara bergerombol sampai ratusan jumlahnya sehingga akan terlihat seperti bintik-bintik putih. Tempat yang disukai adalah di bawah selaput lendir sekaligus merusak selaput lendir tersebut.
Jamur.
Penyakit jamur pada ikan sering kali terjadi karena adanya luka pada tubuh ikan. Penyebab utama penyakit ini adalah jamur Saprolegnia sp. dan Achlya sp. Risiko infeksi jamur meningkat pada kondisi air yang buruk. Untuk mencegah penyakit jamur, penting untuk menjaga kualitas air tetap ideal untuk kehidupan ikan patin. Ikan yang sudah terinfeksi harus segera mendapatkan perawatan. Pengobatan yang umum digunakan adalah malachite green oxalate dengan dosis 2–3 g/m³ air (1 liter) selama 30 menit. Ikan yang sakit direndam dalam larutan tersebut dan proses ini diulangi selama tiga hari berturut-turut.Bakteri.
Penyakit yang disebabkan oleh bakteri juga menjadi ancaman bagi ikan patin. Bakteri yang sering menyerang adalah Aeromonas sp. dan Pseudo-monas sp. Ikan yang terserang akan mengalami pendarahan pada bagian tubuh terutama di bagian dada, perut, dan pangkal sirip. Penyakit bakteri yang mungkin menyerang ikan patin adalah penyakit bakteri yang juga biasa menyerang ikan-ikan air tawar jenis lainnya, yaitu Aeromonas sp. dan Pseudomonas sp. Ikan patin yang terkena penyakit akibat bakteri, ternyata mudah menular, sehingga ikan yang terserang dan keadaannya cukup parah harus segera dimusnahkan. Sementara yang terinfeks, tetapi belum parah dapat dicoba dengan beberapa cara pengobatan. Antara lain:Penyakit yang disebabkan oleh bakteri juga menjadi ancaman bagi ikan patin. Bakteri yang sering menyerang adalah Aeromonas sp. dan Pseudomonas sp. Ikan yang terserang akan mengalami pendarahan pada bagian tubuh terutama di bagian dada, perut, dan pangkal sirip. Penyakit bakteri yang mungkin menyerang ikan patin adalah penyakit bakteri yang juga biasa menyerang ikan-ikan air tawar jenis lainnya, yaitu Aeromonas sp. dan Pseudomonas sp. Ikan patin yang terkena penyakit akibat bakteri, ternyata mudah menular, sehingga ikan yang terserang dan keadaannya cukup parah harus segera dimusnahkan. Sementara yang terinfeksi, tetapi belum parah dapat dicoba dengan beberapa cara pengobatan. Antara lain:
Pengelolaan Penyakit Bakteri pada Ikan Patin
Budidaya ikan patin merupakan salah satu sektor penting dalam industri perikanan di Indonesia, namun sering kali dihadapkan pada tantangan berupa penyakit yang disebabkan oleh bakteri seperti Aeromonas sp. dan Pseudomonas sp. Penyakit ini dapat menyebabkan kerugian ekonomi yang signifikan bagi para petani ikan karena tingkat mortalitas yang tinggi dan penularan yang cepat di antara populasi ikan.
Gejala umum yang ditunjukkan oleh ikan patin yang terinfeksi termasuk pendarahan pada bagian dada, perut, dan pangkal sirip. Dalam kasus yang parah, ikan yang terinfeksi harus segera dieliminasi untuk mencegah penyebaran penyakit. Namun, untuk kasus yang lebih ringan, terdapat beberapa metode pengobatan yang dapat diterapkan.
Pengobatan penyakit bakteri pada ikan patin dapat meliputi penggunaan larutan kalium permanganat (PK) dengan konsentrasi 10—20 ppm selama 30—60 menit sebagai metode desinfeksi. Selain itu, penggunaan vaksin, baik buatan maupun alami seperti ekstrak daun jambu biji dan penambahan ekstrak jahe pada pakan, telah terbukti efektif dalam mencegah penyakit seperti aeromonas hydrophila.
Pentingnya pencegahan tidak dapat diremehkan. Langkah-langkah seperti mengontrol kualitas air, penerapan biosekuriti yang baik, pemberian pakan dan suplemen berkualitas, serta pemantauan rutin pada ikan patin, dapat membantu mengurangi risiko penyakit. Penggunaan probiotik secara rutin juga dapat mendukung kesehatan ikan dan mencegah infeksi bakteri.
Dengan pendekatan yang tepat dalam pengelolaan dan pencegahan, petani ikan patin dapat meminimalkan dampak negatif dari penyakit bakteri dan memastikan kelangsungan usaha budidaya ikan patin yang menguntungkan. Kesehatan ikan patin tidak hanya penting bagi petani tetapi juga bagi konsumen yang mengandalkan sumber protein berkualitas dari ikan ini.
- Dengan merendam ikan dalam larutan kalium permanganat (PK) 10-20 ppm selama 30–60 menit,
- Merendam ikan dalam larutan nitrofuran 5- 10 ppm selama 12–24 jam, atau
- Merendam ikan dalam larutan oksitetrasiklin 5 ppm selama 24 jam.
- D. Penyakit non-infeksi.
Penyakit non-infeksi banyak diketemukan adalah keracunan dan kurang gizi. Keracunan disebabkan oleh banyak faktor seperti pada pemberian pakan yang berjamur dan berkuman atau karena pencemaran lingkungan perairan. Gajala keracunan dapat diidentifikasi dari tingkah laku ikan. Ikan akan lemah, berenang megap-megap dipermukaan air. Pada kasus yang berbahaya, ikan berenang terbalik dan mati. Pada kasus kurang gizi, ikan tampak kurus dan kepala terlihat lebih besar, tidak seimbang dengan ukuran tubuh, kurang lincah dan berkembang tidak normal.
Penyakit non-infeksi pada ikan memang menjadi masalah yang serius dalam bidang akuakultur. Dua masalah utama yang sering dihadapi adalah keracunan dan kekurangan gizi. Keracunan sering kali terjadi akibat pemberian pakan yang tidak layak, seperti pakan yang berjamur atau berkuman, serta pencemaran lingkungan perairan yang menjadi habitat ikan. Gejala keracunan pada ikan dapat dilihat dari perilaku mereka, seperti kelemahan, kesulitan bernapas yang ditandai dengan berenang megap-megap di permukaan air, dan dalam kasus yang parah, ikan dapat berenang terbalik dan mati.
Kekurangan gizi juga merupakan masalah yang tidak kalah pentingnya, yang biasanya disebabkan oleh diet yang tidak memadai. Ikan yang mengalami kekurangan gizi akan tampak kurus, dengan kepala yang terlihat lebih besar dibandingkan dengan ukuran tubuhnya, serta pertumbuhan yang tidak normal dan kurang lincah.
Pengelolaan kesehatan ikan yang baik adalah kunci untuk mencegah penyakit non-infeksi ini. Hal ini termasuk pengelolaan kualitas air yang baik, nutrisi yang tepat, dan sanitasi yang memadai. Observasi harian terhadap perilaku dan aktivitas makan ikan dapat membantu deteksi dini masalah yang mungkin terjadi, sehingga tindakan pencegahan atau pengobatan dapat dilakukan sebelum kondisi ikan memburuk.
Pentingnya pengelolaan kesehatan ikan ini tidak hanya berdampak pada kesejahteraan ikan itu sendiri, tetapi juga pada keberlanjutan industri akuakultur yang merupakan sumber pangan dan ekonomi bagi banyak masyarakat. Dengan pendekatan yang tepat dan bertanggung jawab, kita dapat memastikan bahwa ikan yang kita budidayakan tumbuh dengan sehat dan bebas dari penyakit non-infeksi.
Sumber :
Anonim (1995). Pembesaran Ikan Patin Dalam Hampang (Banjarbaru: Lembar Informasi Pertanian).
Aida, Siti Nurul, dkk. (1992/1993). Pengaruh Pemberian Kapur Pada Mutu Air dan Pertumbuhan Ikan Patin di Kolam Rawa Non Pasang Surut dalam Prosiding Seminar Hasil Penelitian Perikanan Air Tawar.
Arifin, Zainal, Pengaruh Pakan Terhadap Pematangan Calon Induk Ikan Patin (Pangasius pangasius) dalam Prosiding Seminar Hasil Penelitian Perikanan Air Tawar 1992/1993.
Susanto, Heru (1999). Budi Daya Ikan Patin. Jakarta: Penebar Swadaya, 1999 ).
ARTIKEL LAIN YANG MUNGKIN ANDA CARI